Refleksi Hari Guru Nasional 2015

Sejarah Hari Guru

Tepat tanggal 25 November setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional, yang juga merupakan hari lahirnya organisasi guru yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Namun tahukah Anda asal usul mengapa tanggal tersebut dipilih menjadi hari yang khusus bagi para pahlawan tanpa tanda jasa?

Sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, para pegiat pendidikan di nusantara telah mendirikan organisasi bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912. Anggotanya adalah kalangan Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah yang bekerja di sekolah-sekolah yang ada di tanah air.

Kemudian, kuatnya keinginan untuk merdeka dan mendirikan negara sendiri yang bernama Indonesia membuat pengurus dan anggota PGHB mengubah nama organisasi mereka menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) di tahun 1932.

Usai kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pengurus dan anggota PGI menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia yaitu tepat di 100 hari setelah tanggal kemerdekaan tersebut, 24 -25 November 1945. Kongres yang berlangsung di Kota Surakarta tersebut diadakan untuk mengikrarkan dukungan para guru untuk NKRI. Saat itu, nama organisasi PGI pun diperbarui menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Dilansir oleh situs resmi PGRI, karena jasa dan perjuangan yang telah dilakukan oleh para guru di tanah air, maka Pemerintah RI melalui Kepres No 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal berdirinya PGRI sebagai Hari Guru Nasional.

Kepres itu juga dimantapkan di UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menetapkan tanggal 25 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional, yang kerap diperingati bersamaan dengan ulang tahun PGRI. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI No.74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 35, yang menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional.

Refleksi Hari Guru Tahun 2015

Peringatan hari guru yang jatuh pada tanggal 25 November bisa dijadikan memontum untuk merefleksi apa yang telah dilakukan para guru  selama ini. Guru yang dalam bahasa Jawa bisa difilosofiskan sebagai seorang yang bisa digugu dan ditiru yang maksudnya dipercaya, dianut dan diteladani. Maka timbul pertanyaan sudahkah sebagai seorang guru saat ini tutur kata atau sikapnya sudah bisa  dipercaya, dianut, dan diteladani?

Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani yang artinya  di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan adalah sebuah kalimat yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan Indonesia. Kalimat tersebut memang seharusnya menjiwai semangat mengajar dan mendidik para guru pada era globalisasi ini.

Menurut Prof. Dr. Sunardi, M.Pd. Dekan FKIP Universitas Jember guru yang ideal bisa diimplementasikan dari akronim kata GURU itu sendiri yaitu gagasan, usaha, rasa dan utama. Sebagai seorang guru harus dipenuhi dengan gagasan atau ide kreatif untuk menjadikan peserta didiknya lebih berkembang. Ide tersebut harus disertai dengan usaha yang maksimal untuk mewujudkannya. Ide dan usaha tersebut harus dilandasi dengan rasa atau empati sehingga ilmu yang dimiliki akan mengarah ke jalan yang positif. Kalau ketiganya sudah berjalan dengan baik maka keutamaan yang akan didapat.

Harapan  dan seharusnya  guru-guru Indonesia menjadi guru inspiratif. Hal ini sesuai dengan pemeo  yang mengatakan `The mediocre teacher tells, the good teacher explains. The superior teacher demonstrates, the great teacher inspires‘. Terjemahan bebasnya kira-kira begini; guru yang biasa-biasa saja (cenderung) mengajarkan, guru yang baik memberikan penjelasan, guru yang di atas rata-rata (cenderung) memperagakan dan guru yang hebat adalah yang menginspirasi.

Guru dikatakan sebagai sumber inspirasi tatkala pikiran, ucapan, dan tindak tanduknya menjadi anutan bagi anak didik dalam memaknai peristiwa-peristiwa yang ada di sekitarnya dan mampu menggerakkan siswa untuk melakukan perubahan positif dalam kehidupannya di masyarakat.

Pendidikan tanpa Guru, ibarat kebun tanpa pemiliknya. Guru, memiliki peran yang sangat strategis bagi dunia pendidikan. Karena dari semua komponen pendidikan yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pengajaran, guru, siswa, orangtua dan lingkungan, yang paling menentukan adalah Guru. Ada sebuah ungkapan bahwa have good teachers, will have good nations. Guru memiliki kedudukan yang sangat mulia, dari merekalah tercipta generasi emas dengan peradaban manusia yang gemilang. Terlebih ia mengemban amanat untuk mewujudkan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Tantangan pendidikan di era informasi saat ini, mengharuskan Guru untuk lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia Tahun 2045. Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, Guru menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga unggul dan religius. Ini juga tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan anak bangsa.

Peran Guru yang tidak hanya mengajar, termaktub dalam UU No. 14 tahun 2005, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Momen Hari Guru Nasional ini tidak sekadar untuk merefleksikan jati diri profesi seorang guru, lebih dari itu kita kembali mengingat substansi peran guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional bagi kehidupan bangsa dan negara.

Memberikan teladan kepada para siswanya merupakan salah satu hal yang paling penting dalam pendidikan karakter. Sosok guru di manapun akan menjadi contoh bagi peserta didik, karenanya mereka memandang bahwa ia adalah kompas penunjuk jalan apabila tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak yang baik bagi muridnya, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus seperti mengucapkam salam, menanamkan nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap memulai dan mengakhiri pekerjaan, membiasakan senyum, pembudayaan sikap santun, bersikap baik di dalam maupun di luar sekolah, bukankah bagaimana proses itu terbiasakan? Terlebih urgensi perubahan kurikulum 2013 lebih menitikberatkan pada pembentukan sikap dan karakter yang baik pada setiap proses pembelajaran.

Pendidikan memang bukanlah persoalan yang mudah, bila kita tanam sekarang ia dapat dirasakan hasilnya 20 tahun mendatang. Maka dari itu, kita harus bersinergi untuk mewujudkan generasi emas 2045 (100 tahun Indonesia Merdeka). Persoalan-persoalan itu dapat kita pecahkan bersama-sama dengan bergandengan tangan. Tidak ada lagi yang lalai dalam tugas mendidik, tidak saling adu jotos, merokok di sekolah, jujur dalam mengelola anggaran pendidikan, terlebih lagi guru mau menjadi pembelajar sejati dan terus berusaha untuk meningkatkan kapasitas dirinya sehingga dapat terwujud Guru Teladan (good teachers).

Percepatan peningkatan pendidikan yang bermutu harus terus diupayakan oleh sang guru. Mereka adalah mutiaranya agent of change, pelaku perubahan agar menghasilkan manusia Indonesia yang religius, cerdas, produktif, andal dan komprehensif melalui layanan pembelajaran yang prima terhadap peserta didiknya, sehingga terwujud generasi emas tahun 2045.

*diolah dari berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published.