Pancasila Terlantar di Negeri Sendiri

Sejak reformasi tahun 1999 Pancasila banyak menjadi sorotan terkait bagaimana penanaman ideologi kebangsaan. Gerakan Reformasi telah meninggalkan basis ideologi kebangsaan yang justru mengancam dan menggrogoti kita sebagai bangsa Indonesia. Gerakan reformasi yang memberikan ruang kebebasan, demokrasi, hak asasi manusia, dan toleransi, justru telah menjadikan masyarakat dan penyelenggara Negara, serta aktor-aktor politik bermain pada tingkat pemerintah.Ibarat kuda tanpa kekang, akhirnya menjadi kuda liar. Karut-marutnya politik negeri dan berbagai persoalan ekonomi, sosial, hukum, kesehatan, dan pendidikan hanya sebagai imbas kegagalan Negara dalam membuat kebijakan yang pro rakyat, pro masyarakat, dan pro kepentingan bangsa dan Negara.

Dasar-dasar nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang termaktub dalam nilai-nilai Pancasila semakin tereduksi dan kendur di tengah-tengah masyarakat.

Wilayah Negara sekarang ini justru banyak berbicara tentang wilayah politik dan pertarungan kekuasaan di tingkat elit yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pancasila sebagai acuan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara sampai pemerintahan Jokowi dan JK tidak pernah mendapatkan perhatian yang lebih baik sejak reformasi bergulir.

Berbagai intrik politik, permainan bahasa, penghasutan, dan Konflik komunal telah membawa bangsa ini kehilangan pedoman mau dibawa kemana bangsa Indonesia ke depan. Persoalan ideologis, juga muncul di tengah-tengah masyarakat yaitu semakin maraknya gerakan separatisme, radikalisme agama, NII, terorisme, dan pemekaran wilayah melalui otonomi daerah telah memasung bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang berdaulat, merdeka, dan aman.

Aktor politik baru telah lahir yaitu yang bernama media. Media menjadi aktor politik baru yang mewarnai proses politik di Indonesia. Selain menjadi aktor politik baru, media juga menjadi bagian dari mediasi politik yang menjembatani konflik antar elit. Persoalan KPK VS Polri, Korupsi, dan Kebijakan yang tumpang tindih antara daerah dan pusat membawa dinamika politik dan eksistensi Negara Indonesia menjadi penuh ketidakpastian. Media menjadi aktor yang justru berperan penting dalam proses perpolitikan di Indonesia. Sedangkan, masyarakat hanya menjadi penonton dan korban akibat proses media yang selalu memiliki pesan tersembunyi.

Pemerintahan baru yang harusnya memberikan harapan baru dan proses penguatan nilai-nilai dan internalisasi Pancasila di masyarakat justru menambah Pancasila semakin sekarat dan koma. Hampir lebih dari 100 hari pemerintahan Jokowi dan JK upaya untuk menata dan memperkuat Pancasila sebagai jati diri bangsa belum nampak dalam kebijakan yang dilakukan baik dari kementerian terkait. Bahkan MPR RI sendiri, belum banyak melakukan upaya untuk menggalakkan nilai-nilai kebangsaan kepada masyarakat. Kembali lagi, Pancasila terlantar di negeri sendiri.

Hastangka, mahasiswa S3 Filsafat UGM